Grup sholawat Nida'ul Khoir merupakan grup sholawat yang cukup dikenal di Dusun Salakan. Dalam berbagai even, seperti akikah, halal bihalal, perkawinan, dan pengajian di Dusun Salakan maupun di luar Salakan, grup sholawat yang berarti "panggilan kebaikan" ini telah berkali-kali "manggung" melantunkan sholawat sebagai salah satu bentuk ekspresi pujian kepada Sang Pencipta, kecintaan kepada Rasulullah saw., dan ajakan/dakwah keislaman dilantunkan dengan iringan alat musik.
Grup sholawat Nida'ul Khoir didirikan pertama kali pada bulan Juni 2005 sebagai buah ekspresi dari kelompok pengajian "Sido Lancar" yang dikomandani Bapak Heri Purnomo. Dari diskusi dan ngomong-ngomong selepas pengajian Sido Lancar yang berdiri bulan Februari 2005 itu, tercetus keinginan untuk mengekspresikan pujian dan sholawat dalam bentuk seni suara.
Dengan mendatangkan pelatih dari Cepoko Jajar, anggota pengajian Sido Lancar kemudian secara intensif berlatih memukul terbang di musholla Tegal (depan rumah Mbah Zahid al-marhum). Selain itu, Nida'ul Khoir generasi pertama ini juga dilengkapi dengan alat musik modern (organ dan bass) serta alat musik Jawa (saron). Alat musik terbang pertama kali dibeli di daerah Muntilan hasil donasi warga Salakan, sedangkan organ dan bass milik Pak Heri yang memang jago musik. Guna mengirit dana, saron dibuat sendiri di depan rumah Bapak Sukiman dengan mendatangkan ahli alat musik Jawa dari Salakan Kidul (Pak Kelik dalang). Setelah alat musik dirasa cukup, latihan intensif arangemen dan penciptaan lagu dilakukan di rumah Bapak Kusnan.
Pemain awal Nidau'ul Khoir adalah Saryanto, Ilyam Ahmadi, dan Atun (vokal), Heri Purnomo (organ), Sholihin (bass), Sukiman dan Fahru Rozi (saron), Jamhari dan Misbahul Munir (terbang-tingkah), Ahmad Bahiej dan Muh. Hidayat (terbang-reginjing), Sutrisno (icik-icik), Purwanto Sipur (Jedur), dan Zarkoni (marawis). Lagu-lagu yang sempat diarangemen dan populer saat itu antara lain Lir-ilir, Doa Abunawas-Tombo Ati, Jaman Akhir, Warung Pojok, Kehidupan, Duh Gusti, Ojo Sembrono, dan Astaghfirullah.
Penampilan pertama di luar Salakan yang cukup fenomenal adalah saat peresmian Pesantren Nawesea di Sekarsuli yang dihadiri oleh K.H. Abdurrahman Wahid pada tanggal 4 Maret 2006.
Musibah Gempa Jogja 27 Mei 2006 mengakibatkan Nida'ul Khoir berhenti berlatih (facum) setelah satu tahun eksis. Base camp di mana Nida'ul Khoir latihan, rusak parah digoyang gempa. Alat-alat musik yang disimpan di sana banyak yang rusak. Dengan tergopoh-gopoh, sisa-sisa lasykar Nida'ul Khoir kemudian berlatih dan bermain beberapa bulan kemudian.
bersambung...
yang paling menarik iki, sido lancar on stage,,,
BalasHapusWah mas munir... mesti siang apik yo eneng potomu to? hehehehe
Hapus